DUMAI — Komite Melayu Bersatu Dumai (KMBD) sukses menggelar acara Silaturahmi dan Diskusi Publik Tokoh Melayu, Sabtu (Tanggal 10 Juli 2025), di Grand Zuri Hotel Dumai. Acara yang berlangsung dari pukul 13.30 hingga 18.00 WIB ini dihadiri oleh 132 tokoh Melayu dari berbagai latar belakang profesi dan generasi.
Acara ini menjadi ajang penting pemantapan visi bersama: Melayu harus bangkit, bersatu, dan kembali berdaulat di tanahnya sendiri..
KMBD Serukan Persatuan: Melayu Harus Menjadi Tuan Rumah di Negeri
Sendiri
Ketua Harian KMBD, Chandra Abdul Gani,
menyerukan seruan tegas kepada seluruh tokoh dan masyarakat Melayu untuk
bersatu dalam satu langkah perjuangan. Hal ini disampaikannya dalam acara Silaturahmi dan Diskusi Publik Tokoh Melayu
yang mengangkat tema: “Mengemas Formula
Persatuan Melayu: Menuju Kemajuan Ekonomi dan Tatanan Sosial.”
Dalam sambutannya, Chandra menegaskan bahwa
acara ini bukan sekadar pertemuan seremonial, melainkan momentum penting dalam
menata masa depan Melayu Dumai. “Kita sedang menapak di jalur sejarah,
menyatukan kekuatan, dan meneguhkan jati diri Melayu di tanah kelahiran
sendiri,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa KMBD hadir sebagai rumah kebersamaan dan motor penggerak kebangkitan Melayu, bukan hanya dalam simbol, tapi dalam realitas sosial, ekonomi, dan politik. Ia mengajak semua pihak membentuk lembaga ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan menghidupkan kembali nilai-nilai Melayu dalam kehidupan sehari-hari.
Chandra juga menegaskan bahwa di tengah
keberagaman, resam Melayu tetap harus menjadi ruh yang hidup di tanah sendiri.
“Kita tidak anti keberagaman, tapi di tanah Melayu, adat dan resam Melayu harus
tetap berdiri tegak,” tambahnya.
Dengan kolaborasi para tokoh, akademisi, dan
masyarakat, KMBD diyakini mampu menjadi lokomotif
kebangkitan Melayu, menjadikan masyarakat Melayu kuat, mandiri, dan
menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Didampingi oleh moderator Muharromi, acara menghadirkan
sederet tokoh utama, antara lain Prof. Dr. Eng. Ir. Muslim, ST., MT.,
IPU, Prof. Dr. H. M. Rizal Akbar, M.Phil, serta
anggota DPRD Riau, Abdullah, sebagai pembicara utama.
PESAN H.ZULKIFLI AS:
Kebersamaan adalah kunci. Kita tidak menolak suku manapun datang, tapi
setiap yang datang harus merasakan, menghormati, dan hidup dalam nilai-nilai
Melayu. Itu hanya bisa terjadi kalau kita, sebagai tuan rumah, menghadirkan
resam Melayu dalam kehidupan sehari-hari — dengan santun, adat, dan budaya yang
berakar kuat.
Untuk itulah KMBD (Komite Melayu
Bersatu Dumai) harus tampil sebagai penggerak utama. KMBD bukan sekadar
organisasi, tapi menjadi wadah perjuangan dan pemersatu, yang mendorong
agar orang Melayu benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri —
bukan hanya secara budaya, tapi juga dalam pengambilan keputusan, peran
ekonomi, dan pembangunan sosial.
KMBD harus mengonsolidasikan
kekuatan: dari tokoh adat, cendekiawan, pemuda, hingga pelaku usaha. Bersama, kita dorong terbentuknya lembaga ekonomi berbasis
Melayu, seperti koperasi atau perbankan mikro, yang mampu memberdayakan
masyarakat. Fokus pada sektor unggulan: perkebunan, peternakan, dan
perikanan — bidang yang sangat lekat dengan sejarah dan alam Melayu.
Kita tidak perlu muluk-muluk. Mulailah dari kecil tapi pasti. Inisiatif seperti pemanfaatan lahan, program job fair lokal, hingga kolaborasi antar tokoh harus terus didorong. Karena jika kita tidak bergerak, kita akan digerakkan — oleh zaman, oleh sistem, oleh yang lain.
Inilah waktunya Melayu bangkit
dengan identitas, bersatu dalam tujuan, dan maju dalam tindakan. Dan KMBD
harus berdiri paling depan, menjadi lokomotif yang menggerakkan semua potensi
ini agar Melayu tidak hanya dikenang, tetapi dihidupi dan memimpin di
tanahnya sendiri.
Bersatu kita kuat, bercerai kita
lenyap. Melayu bersatu, Melayu maju. Bersama KMBD, Melayu berdaulat di negeri
sendiri.
"Bersatu
atau Hilang: Pesan Tulus Datuk Timo untuk Melayu Dumai"
· Persatuan Melayu Dumai Masih Lemah:
Masyarakat Melayu di Dumai sulit disatukan karena masih terjebak dalam iri
hati, dendam lama, dan ego kelompok. Ini berbeda dengan semangat persatuan
Melayu di perantauan.
· KMBD Harus Jadi Wadah Pemersatu:
Komite Melayu 1 Kota Dumai (KMBD) diharapkan menjadi alat pemersatu, bukan alat
kepentingan kelompok. KMBD harus menonjolkan budaya, bukan atribut militer
(seperti loreng).
· Peluang Pengelolaan Tanah Sangat Besar:
Banyak lahan di Dumai yang bisa dikelola oleh masyarakat Melayu secara sah dan
produktif. Pemerintah membuka peluang legalisasi, termasuk dukungan dari
Kementerian Pertahanan.
· Hilangkan Politik Dendam dan Perpecahan:
Pilkada sudah usai, pemimpin sudah terpilih. Saatnya tinggalkan kubu-kubuan dan
fokus membangun masa depan bersama. Perbedaan harus dijadikan kekuatan, bukan
alasan untuk berpecah.
· Bangkitkan Ekonomi Melayu Secara Bertahap:
Jangan tergesa ingin cepat kaya. Bangkitkan ekonomi dari hal kecil, seperti
pertanian dan perdagangan. Peluang ekspor ke Malaysia terbuka, namun butuh
kesabaran dan kerja keras.
Mulailah dari hal kecil — saling menghargai, mendoakan kesuksesan kawan, dan
bertanggung jawab dalam pergaulan sosial (contohnya dalam hal sederhana seperti
membayar kopi).
· Impian Besar: Melayu Dumai Bersatu Sebelum
Usia 99 Tahun:
Dengan usia yang sudah 61 tahun, Datuk Timo berharap melihat masyarakat Melayu
Dumai benar-benar bersatu dan mandiri sebelum ia berusia 99 tahun.
Paparan Prof. Muslim: Siapkan Generasi, Kuatkan Sistem, Kuasai Aset Negeri Sendiri
1. "Anak-anak yang telah menamatkan pendidikan tinggi dapat dibimbing dan difasilitasi oleh KMBD dalam memperoleh peluang kerja yang sesuai dengan kompetensi mereka."
3. "Tokoh-tokoh Melayu yang
telah sukses, mari peduli dan ambil peran dalam membimbing anak-anak negeri
menuju masa depan yang lebih cerah."
Prof. Rizal Akbar: Wakaf Produktif, Kunci Menggerakkan Ekonomi
Melayu
Dalam diskusi publik bertema “Mengemas Formula Persatuan Melayu Menuju Kemajuan Ekonomi dan
Tatanan Sosial”, Prof. Rizal Akbar menyampaikan gagasan strategis tentang
kebangkitan ekonomi Melayu melalui konsep wakaf
produktif.
Ia mengingatkan kembali kejayaan masa lalu
Melayu—kerajaan besar seperti Sriwijaya, Melaka, hingga Siak—yang pernah
menjadi pusat kekuatan ekonomi dan perdagangan di kawasan. Namun menurutnya,
kini kejayaan itu telah meredup.
“Hari ini, kita nyaris tak melihat saudagar besar dari kalangan Melayu. Saatnya membangun kembali kemandirian ekonomi lewat wakaf produktif yang dikelola profesional oleh KMBD,” tegas Prof. Rizal.
Wakaf, jika dikelola secara produktif dan
profesional, diyakini mampu menjadi instrumen ekonomi umat yang kuat dan
berkelanjutan. KMBD diharapkan tidak hanya menjadi pemersatu Melayu secara
sosial dan budaya, tetapi juga menjadi motor penggerak kebangkitan ekonomi
berbasis aset komunitas.
Lebih lanjut, Prof. Rizal menyoroti model
keberhasilan Malaysia dalam konsep FELDA
(Federal Land Development Authority)—yakni pengelolaan lahan secara
kolektif oleh masyarakat dengan dukungan institusi. Ia menilai, konsep serupa
dapat diadaptasi untuk memberdayakan masyarakat Melayu melalui kerja sama pengelolaan lahan dan sumber daya
secara kolektif, demi kesejahteraan bersama.
Langkah ini, menurutnya, dapat menjadi solusi konkret di tengah tantangan kepemilikan lahan yang terfragmentasi dan akses ekonomi yang terbatas di kalangan masyarakat Melayu saat ini.
ABDULLAH – Anggota DPRD Riau: Putra Asli Dumai, Siap Berkontribusi
Nyata
Lahir dan
besar di Dumai, menempuh pendidikan dari SD hingga STM di kota ini,
Abdullah memahami denyut nadi masyarakat Dumai dari dekat. Sebagai putra daerah, ia membawa semangat untuk
membangun Dumai dari dalam.
1.
Ingin Berkontribusi
untuk Dumai
“Kami hadir bukan untuk mencari keuntungan,
tapi ingin memberikan kontribusi nyata. Dumai harus dibangun oleh putra-putri
daerahnya sendiri—yang mengenal tantangan dan potensi dari akar.”
2.
Persatuan Harus
Merujuk pada Allah
“Tauhid adalah fondasi persatuan. Jika kita
bersatu karena Allah, kita akan kuat. Tapi jika persatuan dilandasi ego, maka
perpecahan tak terelakkan.”
3.
Data Tak Akurat,
Hak 2% Migas Terancam
“Kita harus sadar bahwa 2% migas bukan hadiah,
tapi hak kita. Dan tanpa data akurat, hak itu bisa hilang. Perjuangan kita ke
depan harus berbasis data yang kuat dan transparan.”
4.
Kaderisasi
Pemimpin Melayu Harus Dimulai Sekarang
“Melayu tak boleh hanya jadi penonton di
tanahnya sendiri. Kita harus mempersiapkan generasi muda untuk menjadi pemimpin
yang siap mengisi ruang-ruang strategis di semua sektor.”
5.
Budaya adalah
Akar Identitas
“Tanpa budaya, kita hanyut dalam arus zaman.
Kita harus bangga dengan nilai-nilai Melayu, menjaganya, dan menghidupkannya
dalam kehidupan sehari-hari.”
M. YUSUF: Gaungkan Riau Pesisir!
Sebagai tokoh yang peduli akan jati diri Melayu, M. Yusuf
menyampaikan dua seruan penting untuk membangkitkan semangat dan kekuatan Riau
Pesisir — wilayah yang kaya budaya, tapi kerap tersisih dalam arus pembangunan.
“KMBD harus jadi
penggerak dan penggaung Riau Pesisir, agar budaya, sejarah, dan suara Melayu
kembali bersinar.”
Komite Melayu Bersatu Dumai (KMBD) dipandang sebagai ujung
tombak kebangkitan. M. Yusuf menegaskan bahwa KMBD bukan sekadar organisasi,
melainkan gerakan kultural-politik yang harus menghidupkan
kembali:
·
Budaya dan adat istiadat Melayu,
agar tidak hilang ditelan zaman.
·
Sejarah dan narasi lokal, agar
generasi muda tahu siapa dirinya.
·
Suara masyarakat pesisir, agar
didengar dalam ruang-ruang kebijakan.
KMBD harus menjadi penyambung lidah rakyat Melayu Dumai dan penentu arah
masa depan Riau Pesisir.
“Dan yang memimpin
Riau Pesisir ke depan adalah orang Melayu Dumai — mari kita dukung dan perkuat
bersama.”
M. Yusuf menekankan pentingnya kepemimpinan yang lahir dari rahim
Melayu itu sendiri.
Orang Melayu Dumai harus berada di garda depan dalam pemerintahan dan
pengambilan keputusan, agar nilai-nilai lokal tak dikorbankan demi kepentingan
luar
AGOES S. ALAM – Seruan Tegas untuk Kebangkitan Melayu
Sebagai salah satu tokoh yang vokal menyuarakan
kebangkitan masyarakat Melayu, Agoes S.
Alam menggarisbawahi tiga pilar penting yang harus menjadi prioritas
bersama:
1.
Perjuangkan Budaya,
Tegakkan Jati Diri
“Budaya Melayu adalah napas dan jati diri kita.
Tanpa budaya, kita hanyalah tubuh tanpa jiwa. Kebangkitan Melayu harus dimulai
dari kebanggaan terhadap akar budaya kita sendiri. Mari hidupkan kembali seni,
adat, dan tradisi sebagai kekuatan moral dan sosial bangsa.”
2.
Tak Ada Lagi Hak
Kita di Dumai
“Satu per satu hak kita hilang. Di tanah
kelahiran sendiri, kita hanya jadi penonton. Tanah-tanah warisan leluhur
terjual, kita harus kembali menguasai
ruang hidup kita.”
3.
“Persatuan tak cukup hanya dalam kata-kata. Kita harus
bangkit, masa depan Dumai ditentukan
oleh orang Melayu itu sendiri. Rebut kembali posisi strategis ekonomi, dan
lembaga sosial untuk menggerakkan perubahan dari dalam.”
SURYANTO: Bangun Kampung Melayu, Rebut Hak Kita
Kembali
Dumai adalah wilayah yang kaya dan luas, namun
banyak potensi yang belum digarap secara maksimal. Kawasan hutan masih belum
terkelola optimal, dan sumber-sumber energi seperti minyak berada dekat dengan
Rohil — semua ini menunjukkan bahwa Dumai memiliki modal besar untuk bangkit, khususnya bagi masyarakat
Melayu.
Namun realitasnya, tanah warisan leluhur justru banyak yang sudah berpindah tangan,
diperjualbelikan tanpa arah yang jelas. Padahal, tanah adalah napas dan warisan
penting Melayu.
Kami
beritikad membangun Kampung Melayu — sebagai simbol kemandirian,
identitas, dan kekuatan ekonomi orang Melayu Dumai. Saat ini masih tersisa 1.700 hektar tanah yang bisa
diwujudkan untuk kampung ini.
➡️
Jika dikelola dengan adil dan bersatu, setiap
orang melayu bisa memiliki 5 hektar.
➡️
Dari total itu, 500 hektar dapat
diprioritaskan untuk gerakan KMBD sebagai pusat penggerak ekonomi dan
budaya.
Harapan Besar kepada KMBD:
KMBD diharapkan menjadi garda terdepan perjuangan ini — bukan
sekadar simbol, tapi wadah konkret untuk membangkitkan ekonomi Melayu. Dengan
kesatuan, tanah dan rumah bukan lagi mimpi, tapi hak yang bisa direbut kembali
dan diwariskan.
BUK LENNI: Saatnya Bangkit, Bersatu, dan Peduli
Di tengah budaya yang kian rapuh dan masyarakat
yang tercerai-berai, Buk Leni
menyuarakan harapan. Ini bukan sekadar seruan, melainkan panggilan nurani untuk
membangkitkan kembali harga diri dan peran Melayu Dumai—berlandaskan cinta,
persatuan, dan kepedulian.
1. Kebangkitan Dimulai dari Rasa Memiliki
“Kalau merasa
peradaban sudah runtuh, maka harapan hanya bisa tumbuh dari rasa memiliki.
Cintai Dumai, sayangi kotanya—dari sanalah kebangkitan dimulai.”
Dumai bukan sekadar tempat tinggal, tapi tanah
warisan. Dari rasa cinta akan tumbuh semangat merawat dan membangun kembali
peradaban kita.
2. Melayu Jangan Terkotak-Kotak
“Tak ada lagi
batas antara Melayu Bagan, Bengkalis, atau Dumai. Bersatu demi masa depan
bersama.”
Perpecahan hanya melemahkan. Melayu harus bersatu
sebagai satu perjuangan demi masa depan Riau Pesisir.
3. Tumbuhkan Ketinggian Budi
“Jangan
saling cemeeh, jangan merasa hebat sendiri.”
Melayu sejati menjunjung budi pekerti dan
saling menguatkan, bukan menjatuhkan.
4. Kelola Potensi, Bangun Kemandirian
“Potensi
kita besar. Dari sampah hingga sumber daya alam, semua bisa jadi kekuatan.”
Kekayaan ada di sekitar kita. Asalkan dikelola
dengan bijak dan bersama, kemandirian bisa dicapai.
5. Momentum Ini Jangan Disia-siakan
“Ini tonggak
bersatu Melayu Dumai. Momentum ini harus dijaga.”
Kesempatan untuk bangkit tidak datang dua
kali. Sekarang waktunya Melayu berdiri kembali: tegak, bermartabat, dan
berperan nyata.

Bangkitlah,
Melayu Dumai
Suara Buk Leni adalah suara keibuan—lembut
namun menggugah.
Saatnya masyarakat Melayu Dumai menjawab panggilan ini: bersatu, peduli, dan bergerak.
PANGLIMA GEDANG: Bangkitkan Melayu, Tegakkan Darussalam Dumai
Panglima
Gedang menyatakan tekad penuh untuk bangkit bersama KMBD (Komite Melayu Bersatu Dumai) dalam
memperjuangkan marwah, budaya, dan sejarah Melayu yang mulai terpinggirkan.
“Melayu
harus kembali bangkit di tanahnya sendiri. KMBD adalah wadah perjuangan itu —
dan saya siap berdiri di barisan depan.”
Dumai, Negeri Darussalam yang Terlupa
Dumai bukan sekadar kota industri. Ia adalah Negeri Darussalam, tanah berkah penuh
sejarah, budaya, dan nilai-nilai luhur. Tapi hari ini, jejak sejarah Melayu di Dumai banyak yang telah dihapus atau
dilupakan. Inilah luka peradaban yang tidak boleh dibiarkan membusuk.
Landasan Melayu, Budaya, dan Tujuh Tidak
“Tidak ada negeri yang serba 'tujuh' selain
Dumai. Inilah ciri dan landasan kita—Landasan Melayu, Landasan Budaya, Landasan
Tujuh Tidak.”
Landasan Tujuh Tidak adalah prinsip moral dan
sosial yang selama ini menjadi penyangga
karakter Melayu Dumai—dan kini harus ditegakkan kembali sebagai jati
diri bersama.
Pendidikan: Luka yang Harus Disembuhkan
“Hari ini tak ada lagi sekolah khusus
Melayu—ini luka peradaban yang harus disembuhkan.”
Hilangnya ruang pendidikan berbasis budaya
Melayu adalah salah satu bukti
tergerusnya akar identitas. Panglima Gedang menyerukan agar pendidikan
Melayu kembali dihidupkan, agar anak cucu tak tumbuh tanpa tahu asal-usulnya.
Seruan:
Tegakkan Kembali Khazanah Melayu
Budaya
bukan untuk dikenang, tapi untuk ditegakkan, dijaga, dan diwariskan.
Panglima Gedang menegaskan: saatnya Melayu Dumai kembali menggenggam peran—di
tanah yang memang milik sejarahnya sendiri.
Darwis Bakau: Melayu Bisa Bersatu, Asal Jujur
Darwis Bakau, tokoh yang terlibat dalam perjuangan
lingkungan di Hutan Senepis, menekankan pentingnya sikap jujur sebagai fondasi
persatuan.
“Identitas Melayu kandas bukan karena lemah, tapi karena kita tidak bersatu. Kita masih punya 4.000 Ha lahan kosong. 20 Ribu Ha pun masih ada—asal kita mau bersatu mengeloal lahan tersebut.
Ia juga mengungkap bahwa investor dari Prancis sudah melirik Dumai. “Kalau
kita cerdas dan bersinergi, Melayu tidak hanya bangkit, tapi memimpin.”
Kesimpulan: Melayu Tak Boleh Lagi Jadi Penonton
Dari forum ini, muncul satu suara bersama: Melayu harus bersatu,
mengambil kembali perannya di tanah sendiri—dalam politik, ekonomi, budaya, dan
tata ruang.
Momentum ini disebut sebagai “Tonggak Persatuan Melayu Dumai”—sebuah
seruan yang tak boleh berhenti di ruangan diskusi.
Seperti kata penutup dari salah satu peserta:
“Cukup sudah jadi penonton. Sudah saatnya Melayu kembali jadi tuan rumah
di negeri sendiri.”
Ditulis Oleh Iwang,
Tim Kreatif Bayang Bayang Anak Negeri
0 Comments