dr. H. Sunaryo: Jejak Pengabdian Sang Dokter dari Dumai untuk Negeri Lancang Kuning

Di pesisir timur Sumatera, di sebuah kota kecil yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka, lahirlah seorang anak bangsa yang kelak akan menjadi penggerak perubahan, penegak harapan, dan pengabdi tanpa batas. Dialah dr. H. Sunaryo, putra terbaik Dumai yang menukar kenyamanan profesi medis dengan jalan panjang penuh debu pelayanan publik.


Awal yang Bersahaja, Jiwa yang Gelisah

dr. H. Sunaryo tumbuh dalam suasana kebersamaan, menyaksikan langsung denyut kehidupan rakyat kecil. Ia melihat anak-anak yang kesulitan sekolah, warga yang berobat seadanya, dan suara rakyat yang seringkali terpinggirkan. Jiwa mudanya gelisah—ia ingin menjadi penyambung lidah, penggerak perubahan.


Ia kemudian menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Andalas (Unand), salah satu kampus terbaik di Sumatera. Menyandang gelar dokter, ia kembali ke Dumai bukan untuk sekadar praktik, tapi untuk melayani. Stetoskopnya bukan sekadar alat medis, tapi simbol kepekaan sosial. Di klinik-klinik, di tenda-tenda bakti sosial, ia menyapa warganya bukan sebagai pasien, tapi sebagai sesama manusia yang harus diperjuangkan nasibnya.


Wakil Wali Kota Dumai: Dari Klinik ke Kantor Pemerintah

Tahun 2005 menjadi titik balik besar dalam hidupnya. dr. H. Sunaryo terpilih menjadi Wakil Wali Kota Dumai, mendampingi Zulkifli AS. Ia resmi meninggalkan ruang praktik dan masuk ke ruang-ruang kebijakan.


Selama lima tahun, ia menjadi suara hati rakyat di meja eksekutif. Program sanitasi, penguatan layanan kesehatan, dan penataan kota menjadi prioritasnya. Ia hadir di tengah masyarakat, dari kampung nelayan hingga pemukiman padat, dari masjid ke balai desa.


"Saya tidak pernah merasa meninggalkan profesi dokter. Saya hanya memperluas ruang rawatnya: dari tubuh rakyat ke kehidupan rakyat."


DPRD Riau: Tiga Periode Mengawal Aspirasi Negeri Pesisir

Usai mengabdi sebagai Wakil Wali Kota, rakyat belum ingin melepaskannya. Ia maju sebagai calon legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan terpilih sebagai Anggota DPRD Provinsi Riau sejak 2014 hingga kini, menjabat tiga periode berturut-turut—suatu pencapaian langka yang membuktikan konsistensi dan kepercayaan rakyat.


Sebagai wakil rakyat dari Dapil Dumai, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti, ia tahu bahwa tantangan di wilayah pesisir tak hanya tentang pembangunan, tapi juga keadilan ruang, pengakuan tanah, hak nelayan, dan akses pendidikan.


Di DPRD, ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Bapemperda, sebuah posisi strategis dalam pembentukan peraturan daerah. Di bawah kepemimpinannya, lahir berbagai ranperda penting, termasuk revisi RTRW Provinsi Riau, perlindungan nelayan, dan pengakuan hak masyarakat adat.


Dari Tumpang Tindih Lahan ke Keadilan Ruang

Salah satu perjuangan besarnya adalah menyelesaikan konflik tumpang tindih lahan antara masyarakat dan kawasan hutan seluas lebih dari 120.000 hektar. Ribuan rakyat di pesisir hidup dalam ketidakpastian hukum karena rumah dan ladang mereka dianggap masuk kawasan hutan.


dr. H. Sunaryo berdiri di barisan depan:


“Kita tidak sedang mengemis kebijakan. Kita menuntut keadilan bagi rakyat yang telah hidup dan bernafas di atas tanah ini jauh sebelum peta dibentuk.”


Ia dorong revisi RTRW, rangkul kementerian, buka pintu dialog, dan jaga agar suara rakyat kecil tak hilang di antara tumpukan dokumen birokrasi.


Sosok Sederhana, Pemimpin yang Merakyat

Meski menjabat posisi tinggi, kerendahan hati adalah kekuatan sejatinya. Ia masih menghadiri pengajian-pengajian kampung, membantu warga yang kesulitan berobat, bahkan menyumbangkan waktunya untuk konsultasi kesehatan tanpa pamrih.


Dalam politik, ia dikenal tak pernah berteriak. Tapi jika menyangkut hak rakyat, suaranya lantang dan jernih.


“Jangan pernah lupakan rakyat yang berdiri di belakang kita. Karena jika kita berhenti mendengarkan mereka, maka kita berhenti menjadi pemimpin.”


Pengabdian Tak Pernah Usai

dr. H. Sunaryo bukan sekadar politisi. Ia adalah simbol pengabdian yang tak lekang oleh jabatan. Dari ruang praktik ke ruang sidang, dari kampung pesisir ke forum nasional, ia tetap satu: menjadi suara bagi mereka yang kerap tak didengar.


Ia adalah dokter yang kini merawat kebijakan. Ia adalah pemimpin yang memilih mendengar sebelum berbicara. Ia adalah sahabat rakyat pesisir yang tak lelah memperjuangkan ruang hidup yang adil.


“Selama rakyat masih memanggil, saya akan datang. Selama ketidakadilan masih ada, saya akan berdiri.”

— dr. H. Sunaryo

____________

ditulis Oleha Iwang, Tim Kreatif Bayang Bayang Anak Negeri

0 Comments

🏠 Home