Menelusuri Jejak Marwah, Mengabadikan Warisan
Sebuah buku kebudayaan dan sejarah bertajuk "Bugis di Perantauan – Siri’, Laut, dan Langkah yang Tak Kembali" saat ini sedang dalam proses penulisan. Buku ini merupakan karya dokumentasi sekaligus refleksi kolektif tentang nilai-nilai luhur Bugis, seperti siri’ dan pacce, dalam kehidupan masyarakat Bugis yang hidup di perantauan, dari masa silam hingga generasi kini.
Disusun dengan pendekatan historis, sastra, dan kisah nyata, buku ini diharapkan menjadi warisan literasi dan kebudayaan bagi generasi muda Bugis di seluruh penjuru dunia.
Bagi pihak yang memiliki kisah inspiratif, arsip sejarah, atau ingin berkontribusi dalam bentuk kolaborasi penulisan, dokumentasi, atau dukungan dana, kami membuka ruang silaturahmi dan kerja sama.
π€ Mari kita rawat marwah Bugis bersama.
π¨ Untuk kerjasama dan donasi, silakan hubungi:
π± WA: 082285337801
π Buku:
Bugis di Perantauan – Siri’, Laut, dan Langkah yang Tak Kembali
Menjaga Marwah di Tanah Orang
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Sebuah pembuka reflektif tentang identitas, kehormatan, dan jejak panjang orang Bugis dalam merantau.
Prolog
Di Mana Siri’ Itu Ditempakan
Renungan awal tentang jati diri, nilai keberanian, dan arti harga diri orang Bugis dalam perantauan.
Bab I
Akar Merantau: Leluhur, Laut, dan Langkah Awal
Menggali filosofi merantau sejak abad silam, serta bagaimana nilai-nilai Bugis dibawa jauh dari tanah kelahiran.
Bab II
Siri' Na Pacce: Nyawa di Balik Harga Diri
Makna terdalam dari dua nilai utama orang Bugis sebagai kompas moral dan sosial di tanah asing.
Bab III
Perahu ke Tanah Seberang: Sejarah Migrasi Bugis
Menelusuri peta migrasi dari Sulawesi ke Semenanjung, Kalimantan, Nusantara Timur, hingga pesisir Afrika.
Bab IV
Pinisi: Jiwa Bugis yang Berlayar di Dunia
Kisah perahu legendaris sebagai simbol keberanian, ketangguhan, dan warisan maritim dunia.
Bab V
Bugis di Negeri Orang: Bertahan di Tengah Gelombang
Potret adaptasi, kerja keras, dan perjuangan sosial budaya di tanah rantau.
Bab VI
Bahasa Bugis di Mulut Rantau
Menelusuri eksistensi, transformasi, dan ancaman hilangnya bahasa ibu di tengah diaspora.
Bab VII
Perempuan Bugis: Menjaga Adat, Merawat Harapan
Peran sentral perempuan dalam mempertahankan adat, nilai siri’, dan harapan keluarga di perantauan.
Bab VIII
Rantau, Keluarga, dan Perjuangan Sunyi
Kisah getir namun mulia: keluarga yang terpisah, demi masa depan generasi berikutnya.
Bab IX
Komunitas dan Solidaritas Bugis di Perantauan
Cerita tentang paguyuban, masjid, rumah adat, dan gotong royong sebagai benteng sosial.
Bab X
Antara Lempuk dan Modernitas
Dilema mempertahankan adat di tengah gempuran zaman, gaya hidup baru, dan teknologi.
Bab XI
Tokoh dan Jejak: Orang Bugis yang Meninggalkan Warisan
Profil inspiratif para tokoh Bugis perantau dalam dunia politik, ekonomi, budaya, dan agama.
Bab XII
Luka, Konflik, dan Cara Bugis Menyembuhkan Diri
Tentang trauma sosial, diskriminasi, dan jalan penyembuhan dengan siri’ dan kebanggaan.
Bab XIII
Pulang yang Tak Lagi Sama
Refleksi tentang pulang kampung: pertemuan antara kenangan, perubahan, dan realitas baru.
Bab XIV
Warisan Siri’ untuk Anak Cucu
Pesan, harapan, dan wasiat nilai bagi generasi muda Bugis agar tetap berakar, meski hidup di dunia yang berubah.
Kata Pengantar
Bugis di Perantauan – Siri’, Laut, dan Langkah yang Tak Kembali
Syair Bugis (Pembuka)
Aga’na to waraniΓ©,
DΓ©’na makessing nawa-nawaΓ©,
Aga’na to ripatauΓ©,
Siri’na ri alebbirenna.
Artinya:
Yang disebut pemberani itu
Bukan karena besar cita-citanya,
Melainkan karena ia menjaga siri’,
Di manapun ia berpijak.
Dalam sunyi malam yang hanya ditemani desir angin dan gema ombak, lahirlah pertanyaan yang menggugah batin: Siapakah kita tanpa jejak? Tanpa akar? Tanpa siri’?
Buku ini bukan sekadar catatan tentang orang Bugis yang merantau. Ia adalah napas yang dihidupkan kembali, harga diri yang dijunjung, dan sejarah yang enggan dilupakan. Orang Bugis bukan hanya pelaut pemberani yang menaklukkan laut, tapi juga penjejak daratan yang membawa jati diri ke mana pun kaki melangkah.
"Siri’ na pacce" bukan sekadar semboyan, tetapi sumpah leluhur. Ia bukan sekadar kata-kata—melainkan darah yang mengalir, nyala jiwa yang membara, dan nilai yang menjunjung tinggi kehormatan, bahkan di tanah yang jauh dari asal.
Di balik setiap langkah yang diambil menuju negeri orang, tersimpan keberanian yang tak semua bangsa mampu warisi: keberanian untuk hidup dengan identitas, untuk membawa budaya tanpa kehilangan akarnya, dan menjadi bagian dari dunia tanpa larut dalam arusnya.
Dalam tiap lembar buku ini, Anda tidak hanya akan menemukan sejarah, tetapi juga kesaksian hidup. Tidak hanya kisah, tetapi tekad yang membaja. Dari kisah Pinisi yang mengarungi samudera hingga bahasa Bugis yang nyaris tenggelam di bibir generasi muda—semuanya adalah suara yang ingin didengar kembali:
suara tentang marwah,
tentang solidaritas,
tentang luka yang disembuhkan dengan kebanggaan,
dan tentang langkah-langkah yang tak selalu kembali ke titik mula—tetapi tetap menanam akar di tanah baru.
Kita mungkin telah jauh dari kampung halaman. Tapi siri’ tetap tinggal di dada.
Kita mungkin berbeda dalam pakaian dan lidah. Tapi semangat Bugis tetap satu: menjunjung kehormatan, menjaga nilai, dan mewariskan jiwa yang tidak mudah patah.
Semoga buku ini menjadi cermin bagi mereka yang mencari jati diri, menjadi pelita bagi generasi muda yang hampir lupa darahnya sendiri, dan menjadi warisan tak tertulis yang kini dituliskan dengan tinta keteguhan.
Karena sejauh apa pun kita melangkah, kita tetap anak Bugis.
Dan langkah itu, meski tak kembali, tak pernah kehilangan arah.
Iwang Aridwan
0 Comments