MUSENDA V Dewan Kesenian Daerah (DKD) 2025 bukan sekadar agenda rutin. Ini adalah momentum sakral bagi seluruh pegiat dan pelaku seni untuk menentukan arah baru: apakah kita terus tenggelam dalam diam, atau bangkit bersama dalam gerakan?
Tiga Kegelisahan, Tiga Panggilan Perubahan
1. Menyatukan Seni dan Ekonomi: Saatnya Karya Bernapas, Bukan Sekadar Bertahan
“Seni tak seharusnya hanya indah—ia juga harus hidup.”
Sudah waktunya para pelaku dan pengiat seni tak hanya mencipta, tapi juga hidup dari karyanya. Yopi membawa misi besar: menjadikan DKD sebagai jembatan dan wadah bagi seniman di kota Dumai untuk menyelaraskan produk seni dan ekonomi.
2. Melawan Senyap: Jangan Biarkan Panggung-Panggung Kita Mati Tanpa Perlawanan
Ia melihat sendiri betapa sunyinya panggung hari ini, betapa sempitnya ruang komunitas untuk bernapas.
“Kalau kita diam, budaya kita hilang bukan karena dirampas, tapi karena kita rela membiarkannya padam.”
Yopi datang dengan tekad menghidupkan kembali denyut seni, bukan hanya di pusat kota, tapi hingga ke kampung, dusun, dan lorong-lorong yang dulu pernah menjadi sumber inspirasi. Ia ingin mengembalikan seni kepada masyarakat—bukan sebagai tontonan elit, tapi sebagai napas kehidupan.
3. Regenerasi Adalah KUNCI: Jangan Wariskan Kekosongan kepada Generasi Berikutnya
“Anak-anak muda kita bukan kekurangan bakat—mereka hanya kekurangan tempat.”
Yopi membawa visi regenerasi total. DKD harus menjadi ruang tumbuh, bukan hanya bagi nama-nama lama, tapi bagi darah baru yang penuh semangat. Ia ingin menjadikan DKD sebagai wadah kaderisasi nyata—agar tongkat estafet kesenian tidak terhenti, tapi terus mengalir, menyala, dan meledak dalam kreativitas tanpa batas.
Yopi Tidak Menjual Mimpi. Ia Membawa Gerakan.
Ia tidak datang dengan janji manis, tapi dengan pengalaman panjang dan keinginan kuat untuk membuat perubahan yang bisa dirasakan—bukan dibayangkan.
Di tangannya, DKD bukan hanya akan jadi lembaga administratif. DKD juga tempat laman bermain bagi seniman, di mana seniman disambut, didengar, dan dilibatkan.
Waktunya Kita Tidak Lagi Diam
Jika kamu seniman yang lelah hanya diberi panggung tanpa suara,
Jika kamu penggerak yang bosan diundang tapi tidak dilibatkan,
Jika kamu pemuda yang ingin berkarya tanpa merasa asing di negerimu sendiri—
Ini saatnya. Ini rumahmu. Ini panggilanmu.
Yopi untuk DKD 2025.
Bukan untuk menata ulang struktur. Tapi untuk membangkitkan jiwa.
Karena seni harus hidup. Karena budaya tak boleh dibungkam. Karena masa depan harus kita rebut—bersama.
-------------------------------
Sekilas YOPI: Dari Komunikasi hingga Panggung Seni
Yopi Rudi Saputra adalah lulusan S1 Ilmu Komunikasi (S.I.Kom) dari Universitas Tarumanagara (UNTAR), Jakarta Barat. Pendidikan formalnya di bidang komunikasi memberinya fondasi kuat dalam memahami strategi, pesan, dan kekuatan media—sesuatu yang sangat penting dalam dunia seni dan budaya saat ini.
Tak hanya di atas kertas, Yopi juga memiliki rekam jejak nyata di industri kreatif nasional. Ia pernah bekerja sama dengan Kartama Record Jakarta, dan terlibat dalam proyek bersama Bona Paputungan, musisi yang sempat viral melalui lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”. Pengalaman ini memperkaya perspektif Yopi tentang dunia musik, distribusi karya, dan industri hiburan tanah air.
Kini, Yopi aktif di bidang multimedia dan advertising, menggarap berbagai proyek kreatif yang menjembatani antara ide, visual, dan publik. Keahliannya ini bukan hanya menjadi nilai tambah, tapi juga bukti bahwa ia memahami cara menjadikan seni sebagai produk yang hidup dan relevan di era digital.
Ig.
0 Comments