Kutunggu di Roro EPS 2: "Rindu yang Bertahan diRoro.."

 Kutunggu di Roro EPS 2: "Rindu yang Bertahan diRoro.."
ditulis oleh Iwang

Adegan Pembuka (Mimpi di Geladak Roro)
Senja menggantung redup di langit Dumai. Di geladak Roro yang berlayar pelan, Laila dan Jamil berdiri berhadapan. Wajah keduanya menggurat kesedihan yang dalam.



Jamil: "Apakah abang akan jumpa awak lagi?"

Laila: (menangis) "Abang berjanjilah... abang akan tunggu Laila di Roro ini. Laila kejap je bang, lepas tu Laila akan balik ke Dumai kembali... bang."

Jamil: "Laila... mengapa kita harus berpisah?"

Laila: "Apekan daya bang, ini suratan yang harus kite jalani... Abang janji... tiga tahun kemudian akan jemput Laila di Roro ini... ye bang?"

(Suara Jualan Membuyarkan Mimpi)

Keranjang terlur mengayun dipelupuk mata. Suara nyaring memecah lamunannya.

Penjual: "Bang... telor puyuh bang... tahu ada juga bang..."

Jamil terbangun. Ia sedang tertidur di ujung jembatan pelabuhan. Ia menggosok matanya pelan.

Jamil: "Telor? Tahu...?"

Penjual: "Bang, tidur jangan di sini lah bang. Tidur tu di rumah. Macam mana abang ni..."

Jamil: "Iya... iya..."

Penjual: "Telor bang, beli lah bang... belum ada yang beli ni."

Jamil: "Semalam awak cakap begitu juga... dapat korting tak?" (tertawa)

Penjual: "10 ribu dapat empat bang... beli lah."

Jamil: "Cuma dapat empat? Macam mana ni..." (menyerahkan uang)

Penjual: (mencium uang dan mengibarkannya) "Uhuy... pecah telor juga hari ini. Terima kasih bang."

Jamil: "Awak tinggal di mana?"

Penjual: "Aku Roby bang, tinggal di Bumi Ayu."

Jamil: "Sekolah?"

Roby: "SMKN 2 bang. Kalau tak jualan, macam mana bang? Awak bukan anak orang kaya. Tak mungkin biaya sekolah dan jajan minta sama orang tua. Malulah bang... pulsa nak isi, paket data nak dibeli. Ini Dumai bang, tak kerja tak makan... hahaha."

Jamil: "Iya juga ya..."

Roby: "Abang buat apa di sini? Sampai tidur di jembatan ni?"

Jamil: "Mau jemput orang."

Roby: "Jemput orang di Roro...?" (keheranan)

Jamil: "Nama aku Jamil, usah panggil abang."

Roby: "Aku kelas tiga SMK bang, abang ni paling tidak anak kuliahan."

Jamil: "Semester 6, Universitas Dumai."

Roby: "Roro ini baru mau berangkat ke Rupat, paling tidak jam 5 sore. Sekarang baru jam 1, abangku..."

Jamil: "Tak usah dipikirkan kali, saudara ku Roby. Dunia semua tu... hahaha. Bagaimana kalau aku ikut jualan sama awak? Suai?"

Roby: "Hahaha. Ayok!" (menyerahkan keranjang tahunya kepada Jamil)

(Suasana di dalam Roro sangat riuh)

Jamil dan Roby keliling menawarkan dagangan. Di antara suara dan tawa, mereka menyatu dengan semangat kehidupan para pedagang kecil.

Henri: "Eh bro Jamil!"

Jamil: "Henri Bogel! Gitaris  Dumai..."

Henri: "Mana aja kau bro? Kuliah tak masuk, di rumah pun tak ada. Rupanya di sini... jualan tahu pulak. Keren ya."

Jamil: "Keren apo? Bantu kawan cari kegiatan..." (tertawa)

Henri: "Mau ngamen yuk... situasi ramai ni."

Jamil: "Iyo sedap ni, tapi jangan sekarang lah bro. Ini hari pertama aku jualan. Tak enak sama bos. Nanti kena pecat aku... lain kali ya."

(Mereka saling tos. Jamil kembali berjualan, lalu berjalan ke geladak kapal dan menikmati pemandangan laut Dumai.)

Roby (riang): "Woi bang... luar biasa hari ini! Abis jualanku bang! Tak pernah macam ni. Yuk kita hitung... 560 ribu! Aku kaya bang! Hahaha."

Jamil: (menepuk pundaknya) "Kalau kaya, banyak sedekah ya bro."

Roby: "Pasti bang... sekarang aja aku mau sedekah ke abang!" (memberikan uang 100 ribu. Mereka tertawa terbahak dan tos)

Roby: "Eh bang... siapa sebenarnya yang mau abang jemput? Cakaplah."

Jamil: "Kalau aku bilang, jangan pulak cerita kau cerita kan dengan orang satu kapal ni ya." (mengeluarkan ponsel, menunjukkan foto wanita)

Roby: "Alamak! Kenapa abang tak cakap dari tadi? Kalau jemput cewek secantik ini di Roro... begayalah aku sikit. Siapa dia bang?"

Jamil: "Dia sekarang di negeri seberang. Tiga tahun lalu kami berjanji akan bertemu kembali di sini. Hari ini sudah hari ke tujuh aku menunggu di Roro ni...."

Roby: "Alamak... tujuh hari? Kacau kali abang ni..."

Jamil: "Aku akan setiap hari menunggunya di Roro ini. Karena aku sudah berjanji kepadanya: 'Kutunggu di Roro.'"

Roby: "Makin pusing lah aku. Telpon ajalah bang... WA pun bisa."

Jamil: "Dah setahun nomornya tak bisa dihubungi."

Roby: "Ai... jadi ngapain abang tiap hari ke Roro ni..."

Jamil terduduk di lantai geladak, lalu kembali berdiri memandang laut kejauhan.

Roby: "Ceritakan sikit bang, boleh?"

Jamil: "Biar angin bertiup, biar ombak memecah... namun diri dan hatiku tetap terkenang padanya."

Roby: "Walau jauh di sana, terpa ombak dan badai, biarlah dia berlalu dengan masa dan arahnya..."

Jamil (heran): "Taulah bang kalau tanding-tanding lagu Melayu di sekolah kami. Lagu ni lah lagu wajibnya." (tertawa)

Roby: "Eh bang... jembatan Rupat dah dekat tu bang... sebentar lagi Roro merapat, penumpang turun. Kita turun gak bang?"

Jamil: "Kita tengok dari sini aja lah."

(Suasana penumpang turun, lalu penumpang naik satu per satu. Jamil dan Roby memperhatikan dari kejauhan.)



Roby: "Ada nampak bang?"

Jamil: "Tak ade..."

Roby: "Dah lah bang... dah tujuh hari abang begini... hmm..."

Tiba-tiba masuk seorang wanita muda berkebaya dan bertudung lingkup. Roby menyikut Jamil.

Roby: "Bang! Bang! Cantik kali lah bang! Mungkin ini yang abang tunggu?"

Wanita muda itu langsung sibuk dengan HP-nya. 

Jamil: "Hmm... bukan."

Jamil : "Tandanya rusuh, hati pun resah... pantang berlinang di air mata. Rasanya lelah kaki melangkah, menantang badai takut binasa..."

Roby: "Artinya bang?"

Jamil: "Entahlah.. itu lirik lagu juga."

(Senyap. Tiba-tiba gadis tudung lingkup itu mendekat.)

Gadis: "Maaf, numpang tanya boleh bang?"

Roby: "Boleh... boleh lah... Roby." (mengulurkan tangan)

Gadis tersenyum lembut, mengangkat tangan hatur sembah sepuluh jari.

Gadis: "Saya nak tanya, abang ni seniman ye? Tadi yang dibacakan tu... liriknya bagus sekali. Tapi abang salah liriknya."

Roby: "Oi abangku, ditanya tu... cakaplah... cakap..."

Jamil (terkejut): "Hah?"

Roby:"kakak ni nanya,. Abang ni seniman ..?

Gadis:"tadi yang dibacekan tu ", liriknya bagus sekali... tapi abang salah tu lirik nye...

Roby : "OOO kakak ni penyanyi ..:

Gadis : " ha a.....tadi itu lirik lagnye ..tapi Ade salah siket… sebab saye tiap hari latihan lagu tu dengan ibu  saye, jadi saye taulah lagu tu tadi salah..”

Jamil : "jadi yang betol tu macam Mano???"

Gadis :' (bernyanyi) tandanya Rusuh hatipun resah, Pantang berlinang si airmata.."

"Tandanya Rusuh bukan risau bang,  salah tu...

Dah tu siair mata bukan diair mata..."  maaf ye...saye betolkan sebab saye tiap hari  nyanyikan lagu tu... Alm Pak Hamid pakcik saye yang buat lagu tu..."

Jamil: "Jadi awak Mila?"

Mila: "Awak tahu dari mana?"

Jamil: "Mak cik awak cakap, awak kan sepupu Eman."

Mila: "Ai, tadi saya dengan Eman. Mano pulak die..."

(Eman datang)

Eman: "Berkeliling aku mencari engkau... atas bawah, bawah atas... rupanya di sini. Eh abang Jamil!"

Jamil: "Jualan..."

Eman: "Entah buayo, entah katak. Entah iyo, entah endak... hahaha."

Jamil: "Iyo, kami jualan telor dan tahu tadi. Abes dah."

Eman: "Cinta punyo pasal, lautan api pun kusebrangi."

Eman: "Oi Mila, inilah abang Jamil yang aku cakap semalam tu."

Mila: (sambil hatur sembah sepuluh jari ) "Salam kenal abang . Dari tadi saya tengok abang bawa buku. Abang sedang cipta lagu ke?"



Eman: "Bang Jamil ni sedang tulis buku. Buku tentang seniman-seniman tu."  (eman menarik tangan jami ) oi abang, cantekkan adek aku bang.. dah lah bang lupokan pompuan seberang tu...( Roby berbicara lirih agar tak terdengar Mila yang kembali sibuk dengan hpnya, sementara Roby dduduk digeladak dan bersandar memejamkan mata )

Jamil hanya diam kembali menghadap laut pemandangan Kota Dumai.

Eman :” Buku   Seniman yang abang tulis tu dah siap ke??”

Jamil : “Belum man..”

"Harapan aku... petinggi-petinggi negeri ini lebih menghargai seniman-seniman di kampung. Seniman bukan sekadar penghibur, man. Seniman tu penjaga budaya, pewaris jati diri bangsa. Mereka mempertahankan apa yang masih tinggal dari sejarah, dari marwah, dari warisan leluhur kita."

"Sibukkan kampung kita dengan seni dan budaya Melayu. Biar orang luar tahu—negeri Melayu ini adalah negeri yang bertuan. Negeri yang punya akar, punya nilai, dan punya harga diri. Jangan sampai budaya kita jadi pajangan, tapi jadikan dia denyut nadi kehidupan."

Eman: "Mak... bang. Dalam betul bahasa abang tu."

Jamil: "Semakin banyak aku menulis buku ni, semakin sedih tengok nasib seniman di Dumai ni. Dahlah man, lain waktu kita sambung cerita ni. Roro dah sampai."

(Semua bergegas turun ke jembatan)

Jamil: "Awak semua silakan balik dulu, saya di sini nak tunggu orang."

Eman: "Iyolah kalau macam tu. Kami balik dulu ya."

Mila: "Abang Jamil, kami balik dulu ya. Ingat, jangan salah lagi lirik lagu tadi tu ya..." (tersenyum)

Roby: "Bang, jangan lupa ya... besok kita jualan lagi. Bisa kaya aku bang kalau jualan sama abang terus. Hahaha."



Tinggallah Jamil sendiri, duduk diGeladak, setelah roro sepi ia turun  dan duduk berjuntai kaki diujung jembatan kayu itu lagi. lanjutkan menulis buku “ Pembangunan Jangan Lupak seniman”

Di tengah geliat pembangunan fisik dan ekonomi, jangan biarkan seniman tertinggal di belakang. Pembangunan yang melupakan seni, adalah pembangunan yang kehilangan jiwa.
Karena bangsa yang besar tak hanya dibangun dengan beton dan baja, tapi juga dengan syair dan buday
a.

“Maka seniman adalah mitra pembangunan, bukan hiasan pelengkap.”

---------------------------

Next Kutunggu diRoro - Eps 3: "Suara Ombak, Suara Hati"

0 Comments

🏠 Home